Rock and Roll
(selanjutnya disebut rock) mulai muncul sebagai genre musik di Amerika
pada awal 1950-an sebagai hibrid musik produk budaya kulit putih country and western (C&W), serta produk budaya kulit hitam, yakni rhythm and blues (R&B).
Tahun kemunculan rock tersebut adalah tahun di saat ketegangan rasial
di Amerika Serikat sedang dalam titik kronis. Tahun ini juga tahun awal
lahirnya Civil Rights Movement (pergerakan hak-hak
sipil), pergerakan yang digelar oleh kelompok Afrikan Amerikan untuk
menuntut persamaan hak dan perlakuan antara kulit hitam dan kulit putih.
Ketegangan rasial antara kulit hitam dan kulit putih serta pergerakan
hak-hak sipil adalah konteks sosial dan politik di Amerika yang melatari
kemunculan Rock sebagai sebuah genre.
Walaupun
perbudakan dengan resmi diakhiri bersamaan dengan berakhirnya perang
sipil pada tahun 1865, dengan dibebaskannya budak-budak di selatan
Amerika oleh tentara Union, bukan berarti kehidupan masyarakat
Afrikan- Amerikan mendadak menjadi lebih baik. Diskriminasi ras yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok rasialis fundamental beranggotakan
kulit putih yang merasa bahwa kesejajaran antara mereka dan kulit “kelas
dua” adalah suatu hal yang tidak masuk akal, membayangi kehidupan
mereka.
Kelompok-kelompok
rasialis yang menolak persamaan hak antara kulit hitam dan kulit putih
memang banyak bermunculan setelah perang sipil berakhir, terutama di
daerah selatan Amerika. Yang paling terkenal dan mendapat dukungan luas
adalah Ku Klux Klan. Didirikan pada tahun 1866 oleh para veteran tentara Konfederasi, bersamaan dengan dimulainya rekonstruksi
oleh kongres Amerika. Fokus utamanya adalah mengembalikan kejayaan
kulit putih yang luntur karena dihapusnya perbudakan di selatan paska
perang sipil, dengan berupaya mencegah terwujudnya persamaan hak antar
warganegara yang secara massif digelontorkan oleh pemerintah. Untuk
mencapai tujuan kelompok, mereka menerapkan penggunaan teror dan
kekerasan. Pembunuhan dan penindasan terhadap kulit hitam dilakukan
secara membabi buta oleh kelompok ini. Namun, karena wacana penghapusan
perbudakan serta penciptaan persamaan hak masih mendominasi, Ku Klux
Klan hanya bertahan selama 4 tahun. Menyusul aksi-aksi protes terhadap
praktek kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini, pada tahun 1870 Ku
Klux Klan dihapus oleh Presiden Ulysses S. Grant dan kemudian disahkan dengan dikeluarkannya Civil Rights Act pada tahun 1871.
Paska
Civil Rights Act, aksi-aksi rasial tetap saja dilancarkan oleh kulit
putih terhadap kulit hitam. 1915, Ku Klux Klan kembali muncul. Pengaruh
kelompok ini malahan makin meluas. Detroit, Indianapolis, Chicago,
Portland, Denver, Atlanta, Memphis, Knoxville, dan Dallas adalah
kota-kota di daerah selatan, tempat kelompok ini memiliki pengaruh yang
signifikan[1].
Seiring dengan dimulainya perang dunia ke II, kelompok ini berkurang
pengaruhnya karena diidentikkan dengan gerakan NAZI. Pada tahun 1920,
kelompok ini mulai berkurang pengaruhnya dan sejurus menghilang. Gerakan
ketiga kelompok ini muncul pada tahun 1946 di Atlanta[2] dan mulai masif memasuki tahun 1950. Kekerasan terhadap kulit hitam semakin menjadi hal yang identik dengan kelompok ini.
Munculnya
kelompok rasialis tersebut kemudian diimbangi dengan munculnya
kelompok-kelompok kulit hitam yang memerjuangkan hak-hak sipil bagi
Afrikan- Amerikan. Di Amerika, pergerakan ini dikenal dengan American Civil Rights Movements[3].
Gerakan ini mulai muncul paska perang dunia ke II berakhir. Gerakan
pertama mulai muncul pada awal 1950an. Motif dibalik kemunculan
kelompok-kelompok ini adalah opresi serta perbedaan perlakuan sebagai second class citizenship (warga negara kelas kedua) oleh warga kulit putih[4]. Terutama di daerah selatan Amerika, perlakuan terhadap warga kulit berwarna (coloured people)
memang mengenaskan. Akses mereka ke fasilitas-fasilitas publik seperti
pendidikan, dibatasi. Pemisahan rasial (terutama di selatan Amerika)
bahkan dilegalkan dengan peraturan-peraturan pemerintah. Doktrin “separate and unequal” menjadi kesimpulan dari peraturan-peraturan itu. Walhasil, jurang antara “white” dan “colour”
semakin lebar. Alasan-alasan inilah yang melatari kemunculan
kelompok-kelompok pejuang hak sipil bagi kulit hitam tersebut, sebagai counter guna mengimbangi kemunculan kelompok-kelompok rasialis kulit putih.
Era
paska perang sipil sampai paska perang dunia ke II memang merupakan
masa kelam hubungan antar ras di Amerika. Pada masa ini, jangan pernah
membayangkan kulit putih berbaur dengan bebas dengan kulit hitam atau
ras lain. Segregasi dan diskriminasi ras telah menjadi nilai yang
melembaga pada masa ini.
Rasialisme
di Amerika tidak hanya menciptakan segregasi antar ras. Tapi juga
menciptakan jurang di selera musik. Kulit putih lebih suka mendengarkan
lagu dan musik dengan genre musik Eropa, begitupun sebaliknya. Tahun
1920-an dan 1930-an misalnya, kala Jazz dan Blues mulai popular, kulit
putih Amerika mulai banyak yang menikmati genre musik produk kulit hitam
Afrika ini. Tapi mereka (kulit putih) lebih memilih mendengarkan musik
Jazz dan Blues yang dimainkan oleh musisi kulit putih. Sementara musik
Jazz dan Blues yang dimainkan oleh musisi kulit hitam tidak mendapatkan
tempat di hati mereka[5]. Kondisi ini (diskriminasi dan segregasi ras) mulai berubah ketika rock muncul.
Seperti Blues, banyak perdebatan mengenai kapan Rock and Roll muncul. Kata rock sendiri telah muncul pada tahun 1922: “My Man Rock Me With One Steady Roll”, dalam lagu di album blues Trixie Smith[6]. Pada tahun 1940an kata rock juga digunakan oleh Roy Brown: "Good Rocking Tonight"[7].
Kata Rock (ing) sendiri pada waktu itu digunakan oleh kulit hitam
sekuler sebagai bahasa slang, yang berarti berdansa atau seks. Namun di bukunya, Glenn C Altshculer menjelaskan bahwa kata Rock and Roll pertama kali diperkenalkan oleh seorang DJ radio di Cleveland yang bernama Alan Freed[8].
Mulanya,
Alan Freed menyadari keadaan yang sedikit dipaparkan di atas. Bahwa
banyak musisi kulit putih Amerika yang senang memainkan musik budaya
kulit hitam: R&B, Jazz, serta Blues namun audiensnya hanya terbatas
pada kulit putih saja. Memahami hal ini, Alan Freed kemudian mencoba
mengawinkan musik kulit putih dengan musik kulit hitam di radio tempat
ia bekerja. Ia berharap audiensnya akan lebih luas. Harapan Freed
terkabul. Musik yang ia putarkan mendapat antusiasme yang tinggi dari
remaja kulit putih dan kulit hitam. Semakin lama audiens musik yang ia
bawakan di acaranya semakin banyak[9].
Alan Freed pun kemudian mengadakan konser campuran musik hitam dan
putih tersebut pada tahun 1952. Ia menamakan konsernya “Moondog
Coronation Ball”. Dalam konser ini, yang hadir masih dimayoritasi oleh
kulit hitam. Namun lama kelamaan, seiring makn meluasnya penggemar musik
yang ia sebarkan, konser yang ia adakan mulai dihadiri oleh audiens
multi ras. Hitam dan putih[10].
Culture hybrid
(antara kultur musik kulit putih dan kulit hitam) pada musik rock
menjadi pemantik yang menyebabkan para remaja kulit putih mulai
menentang segregasi ras yang mewabah di Amerika. Kemunculan musik Rock menjadi titik awal bersatunya remaja kulit hitam dan kulit putih dengan berbaurnya mereka dalam konser-konser rock yang kerap diadakan seiring populernya rock sebagai sebuah genre.konser rock adalah ruang publik pertama, tempat remaja Amerika berkumpul tanpa memandang batasan hitam-putih. Meluasnya pengaruh musik rock di kalangan remaja Amerika juga menjadi awal dari tumbuhnya nilai baru dalam diri mereka.
Yang
pertama tentu saja kesadaran akan ekualitas ras. Pada masa segregasi
ras masih mahfum, remaja-remaja di Amerika dipisahkan sedemikian rupa
dari aspek politik, ekonomi dan sosial. Ketika rock muncul, mereka mulai
mencari tahu dan akrab dengan realitas yang sebenarnya tentang apa yang
terjadi: tentang politik rasial, kesenjangan ekonomi karena rasialisme,
dan segregasi ras yang merupakan impak rasialisme, dari musik popular.
Dari musik mereka menyadari pentingnya sebuah kesetaraan tanpa
memerhitungkan warna yang melekat di kulit mereka. Rock yang unsur
musiknya multikultur menumbuhkan pertentangan terhadap rasialisme yang
subur pada saat itu. Remaja kulit putih mulai berpikir ulang tentang
hubungan mereka dengan kulit hitam. Perbedaan kulit adalah omong kosong.
Tiap orang adalah sama. Jembatan antara kulit hitam dan kulit putih
mulai terbangun, karena rock. Rasialisme lama kelamaan mendapat
pertentangan di mana-mana. Identitas baru, kesetaraan Integrasi ras
terbangun, karena rock.
Yang
kedua adalah reaksi atas otoritas. Rock menciptakan sebuah kesadaran
akan pentingnya kebebasan. Tidak ada otoritas yang dapat menentukan
seseorang harus seperti apa. Remaja-remaja Amerika pada saat itu mulai
memikirkan ulang peranan orang tua dalam kehidupan mereka. Konflik
generasional mulai tumbuh. Remaja-remaja[11]
Amerika (putih maupun hitam) mulai meninggalkan norma-norma lama yang
dipegang oleh generasi di atas mereka. Kewenangan orangtua terhadap diri
mereka, serta pandangan-pandangan terhadap kehidupan yang harus mereka
anut ditentang secara keras. Konflik generasional ini tentu saja
berpengaruh signifikan terhadap memudarnya rasialisme, yang notabene adalah “nilai” yang dianut oleh orangtua mereka.
Musik
(dalam hal ini rock) di sini menjadi semacam media identifikasi, alat
penciptaan nilai (baru) yang menjadi penanda kelompok melalui ritual dan
relasi yang kontinu. Warna (akar) musik, dan konteks di balik
penciptaan musik menjadi stimulan pencipta eksistensi dengan menciptakan
pertentangan-pertentangan dalam sebuah struktur.
Seiring
dengan runtuhnya dinding pemisah antar ras yang diiringi dengan
terciptanya sebuah jembatan yang menghubungkan ras kulit putih dan kulit
berwarna, rock mulai melengkapi pergerakan kulit hitam untuk memeroleh
persamaan di hak-hak sipil. Musisi-musisi rock, kulit hitam maupun
putih, membantu menyebarkan paham kesetaraan di konser-konser mereka.
Misalnya saja Elvis Presley, musisi rock berkulit putih, secara
terang-terangan mengakui bahwa musiknya sangat dipengaruhi oleh musisi
kulit hitam di Mississipi. Elvis mengatakan bahwa ia sangat mengagumi
cara bermusik orang-orang kulit hitam dan ingin sekali bermain musik
sepeti mereka. Kalimat-kalimat pernyataan dari musisi rock kulit putih
tentang kekaguman mereka terhadap musik kulit hitam mungkin hanya
sesuatu yang remeh. Tetapi di sisi lain, empati musisi kulit putih
tersebut menjadi poin penting re-identifikasi kulit putih terhadap kulit
hitam.
Reebee Garofalo, dalam tulisannya yang berjudul Rockin the Boat: Mass Music and Mass Movement[12] menegaskan
bahwa rock “bertanggungjawab” terhadap tumbuhnya kesadaran nasional
untuk mendukung perwujudan hak sipil. Lanjutnya lagi, ada hubungan tegas
antara evolusi yang terjadi dalam genre rock dengan kejadian di
pergerakan hak sipil. Ia mencontohkan ketika kelompok religius kulit
hitam mulai mendukung pergerakan[13], elemen gospel, yang notabene merupakan forma bermusik yang dipraktekkan di gereja, secara simultan muncul di genre rock[14]. Semakin menegaskan bahwa musik selalu mengikuti setiap dinamika politik apapun, di manapun.
Rock
and roll muncul karena segregasi ras. Pada awal kemunculannya, rock
dimaknai berbeda-beda. Bagi Ku Klux Klan dan generasi “tua” kulit putih,
yang mengedepankan superioritas kulit putih dan segregasi ras memandang
rock sebagai ancaman serius karena menumbuhkan kesadaran baru dari
generasi-generasi kulit putih penerus mereka tentang kesetaraan ras. Hal
yang selama ini mereka tentang. Lain lagi bagi kulit hitam dan kelompok
perjuangan hak sipil. Rock dipandang positif karena mendukung
perjuangan mereka, menuntut hak-hak yang sama sebagai warga Negara tanpa
memandang warna kulit. Bagi remaja kulit hitam dan kulit putih, semula
rock hanya menjadi sebuah barang baru yang memberikan kesenangan karena
beat musiknya yang menghentak. Tapi secara tidak sadar, rock telah
menjadi media yang meruntuhkan nilai-nilai lama yang melembaga di antara
mereka. Konser rock, menjadi mula remaja-remaja kulit hitam dan kulit
putih Amerika melebur dalam sebuah ruang.
Rock
menjadi pemicu terjadinya revolusi nilai di Amerika. Semula hanya
melibatkan kaum muda. Tapi lama kelamaan nilai tersebut menyebar dan
melembaga di segala kalangan umur. Kelak, generasi muda yang tumbuh di
saat genre musik rock muncul, menularkan paham kesetaraan yang mereka
dapatkan lewat rock akan mewariskannya ke generasi di bawah mereka.
Kini, bisa kita lihat bagaimana rock mengubah secara fundamental
hubungan antar ras di Amerika. Kulit hitam tidak lagi menjadi kulit
kelas ke dua. Mereka dipandang setara, memiliki hak dan kewajiban yang
sama sebagai manusia. Bahkan, Barrack Obama, seorang kulit hitam yang
pada jaman pra kemunculan rock di Amerika dianggap sebagai kaum yang
hina, menjadi seorang calon terkuat kandidat presiden Amerika. Dan ini,
secara tidak langsung, karena rock.
No comments:
Post a Comment